Dalam Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag Belanda tanggal 23 Agustus-2 November 1945 disepakati bahwa mengenai status quo wilayah Nieuw Guinea tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, masalah kedudukan-kenegaraan Papua Barat akan diselesaikan dengan jalan perundingan antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda.[1] Tetapi dalam kesempatan yang sama pula status Papua Barat (Nederland Niew Guinea) secara eksplesit dinyatakan oleh Mohammad Hatta, Ketua Delegasi Indonesia, bahwa “…masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi bangsa yang merdeka.
Dalam konferensi para menteri antara Belanda dan Indonesia yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 25 Maret-1 April dibentuk sebuah panitia gabungan dengan surat Keputusan Para Menteri Uni Indonesia-Nederland No. MCI/C II/1/G.T. Berdasarkan keputusan tersebut, masing-masing pihak mengangkat tiga orang anggota sebelum tanggal 15 April 1950 dengan tugas untuk menyelidiki status Papua Barat secara ilmiah untuk menentukan apakah layak masuk dalam kekuasaan Indonesia atau Nederland. Akhirnya, berdasarkan hasil penyedikan masing-masing pihak tidak ada pihak yang mengalah, sehingga wilayah Papua Barat masih dipertahankan oleh Belanda. Selanjutnya disepakati bahwa penyelesaikan masalah Papua Barat akan diselesaikan kemudian oleh United Nations Commission for Indonesia tanpa batas waktu yang ditentukan.
Karena dirasa wilayah Papua Barat dikuasai oleh Belanda, maka sejak tahun 1953 pihak Indonesia membawa masalah Papua Barat ke forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Konferensi Asia Afrika.
Setelah semua perjuangan masing-masing pihak mengalami jalan buntu, maka selanjutnya wilayah Papua Barat menjadi daerah sengketa yang diperebutkan oleh Belanda dan Indonesia. Indonesia dan Belanda sama-sama mempunyai ambisi politik yang besar dalam merebut Papua Barat.
Sejarah Perjuangan Papua Barat, Ketika Papua Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah ini antara Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Baat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool) di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Selanjutnya atas desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu (Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus Youwe (Hollandia), P. Torey (Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B. Ramandey (Waropen), A.S. Onim (Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana (Mimika), Abdullah Arfan (Raja Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke (mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch (mewakili Manokwari). Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat. Komite ini akhirnya dilengkapi dengan 70 orang Papua yang berpendidikan dan berhasil melahirkan Manifesto Politik yang isinya:
MANIVETO POLITIK PAPUA BARAT
1. Menetukan nama Negara : Papua Barat
2. Menentukan lagu kebangsaan : Hai Tanahku Papua
3. Menentukan bendera Negara : Bintang Kejora
4. Menentukan bahwa bendera Bintang Kejora akan dikibarkan pada 1 November 1961.
Lambang Negara Papua Barat adalah Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”.
Rencana pengibaran bendera Bintang Kejora tanggal 1 November 1961 tidak jadi dilaksanakan karena belum mendapat persetujuan dari Pemerintah Belanda. Tetapi sOetelah persetujuan dari Komite Nasional, maka Bendera Bintang Kejora dikibarkan pada 1 Desember 1961 di Hollandia, sekaligus “Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat”. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di samping bendera Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”. Deklarasi kemerdekaan Papua Barat ini disiarkan oleh Radio Belanda dan Australia. Momen inilah yang menjadi Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat secara de facto dan de jure sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.
Alasan Pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia oleh Soekarno Walaupun Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, tetapi kemerdekaan itu hanya berumur 19 hari, karena tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun Utara Yogyakarta yang isinya:
1. Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu.
Mengapa Soekarno sangat “keras kepala” dalam merebut wilayah Papua Barat untuk memasukannya ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia? Soekarno mempunyai empat alasan utama dalam pencaplokan Papua Barat ke wilayah Indonesia. Keempat alasan itu adalah klaim yang dipegang oleh Indonesia sebagai tindakan pembenaran kekuasaan atas wilayah Papua Barat. Keempat klaim itu adalah:
1. Papua Barat dianggap sebagai bagian dari kerajaan Majapahit.
2. Kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat, oleh sultan Tidore dan Soekarno diklaim sebagai bagian dari Kesultanan Tidore. Kesultanan Tidore diklaim oleh Soekarno sebagai bagian dari daerah “Indonesia Bagian Timur”.
3. Papua Barat diklaim sebagai bagian dari negara bekas Hindia Belanda.
4. Soekarno yang anti barat ingin menghalau pengaruh imperialisme barat di Asia Tenggara. Di samping itu, Soekarno memiliki ambisi hegemoni untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit (ingat: “Ganyang Malaysia”), termasuk Papua Barat yang ketika itu masih dijajah oleh Belanda. Mungkin juga Soekarno memiliki perasaan curiga, bahwa pemerintah Nederlands Nieuw Guinea di Papua Barat akan merupakan benteng Belanda untuk sewaktu-waktu dapat menghancurkan Negara Indonesia. Hal ini dihubungkan dengan aksi militer Belanda yang kedua (tweede politionele aktie) pada 19-12-1948 untuk menghancurkan negara RI.
Apakah keempat klaim – sebagai alasan mengusai Papua Barat – ini benar? Mari kita buktikan.
Klaim atas Kekuasaan Majapahit
Kerajaan Majapahit (1293-1520) lahir di Jawa Timur dan memperoleh kejayaannya di bawah raja Hayam Wuruk Rajasanagara (1350-1389). Ensiklopedi-ensiklopedi di negeri Belanda memuat ringkasan sejarah Majapahit, bahwa “batas kerajaan Majapahit pada jaman Gajah Mada mencakup sebagian besar daerah Indonesia”. Sejarawan Indonesia mengklaim bahwa batas wilayah Majapahit terbentang dari Madagaskar hingga ke pulau Pas (Chili).
Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti sejarah berupa ceritera tertulis maupun lisan atau benda-benda sejarah lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan ilmiah untuk membuat suatu analisa dengan definisi yang tepat bahwa Papua Barat pernah merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit. Mengklaim Papua Barat sebagai bagian dari kerajaan Majapahit tentunya sangat meragukan, karena Soekarno tidak memenuhi prinsip-prinsip membuat analisa dan definisi sejarah yang tepat, khususnya sejarah tertulis.
Berkaitan dengan kekuasaan wilayah kerajaan Majapahit di Indonesia, secara jelas dijelaskan panjang lebar oleh Prof. Dr. Slamet Muljana, bahwa kekuasaan kerajaan Majapahit, dalam Nagarakretagama pupuh 13 dan 14 disebutkan bahwa kerajaan Majapahit mempunyai wilayah yang luas sekali, baik di kepulauan Nusantara maupun di semenanjung Melayu.
Pulau-pulau di sebelah timur pulau Jawa yang paling jauh tersebut dalam pupuh 14/15 ialah deretan pulau Ambon dan Maluku, Seram dan Timor; semenajung Melayu disebut nama-nama Langkasuka, Kelantan, Tringgano, Paka, Muara Dingin, Tumasik, Klang, Kedah, Jerai. Demikianlah, wilayah kerajaan Majapahit pada zaman Hayam Wuruk menurut Nagarakretagama meluputi wilayah yang lebih luas dari pada Negara Republik Indonesia sekarang. Hanya Irian yang tidak tersebut sebagai batas yang terjauh di sebelah timur. Boleh dikatakan bahwa batas sebelah timur kerajaan Majapahit ialah kepulauan Maluku. Ini berarti Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan kerajaan Majapahit. Karena itu sudah jelas bahwa Soekarno telah memanipulasikan sejarah.
1. Klaim atas Kekuasaan Tidore
Di dalam suatu pernyataan yang di lakukan antara sultan Tidore dengan VOC pada tahun 1660, secara sepihak sultan Tidore mengklaim bahwa kepulauan Papua atau pulau-pulau yang termasuk di dalamnya merupakan daerah kesultanan Tidore.
Soekarno mengklaim bahwa kesultanan Tidore merupakan “Indonesia Bagian Timur”, maka Papua Barat merupakan bagian daripadanya. Di samping itu, Soekarno mengklaim bahwa raja-raja di kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat, pernah mengadakan hubungan dengan sultan Tidore.
Apakah kedua klaim dari sultan Tidore dan Soekarno dapat dibuktikan secara ilmiah? Gubernur kepulauan Banda, Keyts melaporkan pada tahun 1678 bahwa dia tidak menemukan bukti adanya kekuasaan Tidore di Papua Barat. Pada tahun 1679 Keyts menulis lagi bahwa sultan Tidore tidak perlu dihiraukan di dalam hal Papua Barat.
Menurut laporan dari kapten Thomas Forrest (1775) dan dari Gubernur Ternate (1778) terbukti bahwa kekuasaan sultan Tidore di Papua Barat betul-betul tidak kelihatan.
Pada tanggal 27 Oktober 1814 dibuat sebuah kontrak antara sultan Ternate dan Tidore yang disaksikan oleh residen Inggris, bahwa seluruh kepulauan Papua Barat dan distrik-distrik Mansary, Karandefur, Ambarpura dan Umbarpon pada pesisir Papua Barat (daerah sekitar Kepala Burung) akan dipertimbangkan kemudian sebagai milik sah sultan Tidore.
Kontrak ini dibuat di luar ketahuan dan keinginan rakyat Papua Barat. Berbagai penulis melaporkan, bahwa yang diklaim oleh sultan Tidore dengan nama Papua adalah pulau Misol. Bukan daratan Papua seluruhnya.
Ketika sultan Tidore mengadakan perjalanan keliling ke Papua Barat pada bulan Maret 1949, rakyat Papua Barat tidak menunjukkan keinginan mereka untuk menjadi bagian dari kesultanan Tidore. Adanya raja-raja di Papua Barat bagian barat, sama sekali tidak dapat dibuktikan dengan teori yang benar. Lahirnya sebutan ‘Raja Ampat’ berasal dari mitos. Raja Ampat berasal dari telur burung Maleo (ayam hutan). Dari telur-telur itu lahirlah anak-anak manusia yang kemudian menjadi raja.
Mitos ini memberikan bukti, bahwa tidak pernah terdapat raja-raja di kepulauan Raja Ampat menurut kenyataan yang sebenarnya. Rakyat Papua Barat pernah mengenal seorang pemimpin armada laut asal Biak: Kurabesi, yang menurut F.C. Kamma, pernah mengadakan penjelajahan sampai ke ujung barat Papua Barat. Kurabesi kemudian kawin dengan putri sultan Tidore. Adanya armada Kurabesi dapat memberikan kesangsian terhadap kehadiran kekuasaan asing di Papua Barat.
Pada tahun 1848 dilakukan suatu kontrak rahasia antara Pemerintah Hindia Belanda (Indonesia jaman Belanda) dengan Sultan Tidore di mana pesisir barat-laut dan barat-daya Papua Barat merupakan daerah teritorial kesultanan Tidore. Hal ini dilakukan dengan harapan untuk mencegah digunakannya Papua Barat sebagai papan-loncat penetrasi Inggris ke kepulauan Maluku. Di dalam hal ini Tidore sesungguhnya hanya merupakan vassal proportion (hubungan antara seorang yang menduduki tanah dengan janji memberikan pelayanan militer kepada tuan tanah) terhadap kedaulatan kekuasaan
Belanda, tulis C.S.I.J. Lagerberg. Sultan Tidore diberikan mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1861 untuk mengurus perjalanan hongi (hongi-tochten, di dalam bahasa Belanda). Ketika itu banyak pelaut asal Biak yang berhongi (berlayar) sampai ke Tidore. Menurut C.S.I.J. Lagerberg hongi asal Biak merupakan pembajakan laut, tapi menurut bekas-bekas pelaut Biak, hongi ketika itu merupakan usaha menghalau penjelajah asing. Pengejaran terhadap penjelajah asing itu dilakukan hingga ke Tidore. Untuk menghadapi para penghalau dari Biak, sultan Tidore diberi mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Jadi, justru yang terjadi ketika itu bukan suatu kekuasaan pemerintahan atas teritorial Papua Barat. Setelah pada tahun 1880-an Jerman dan Inggris secara nyata menjajah Papua New Guinea, maka Belanda juga secara nyata memulai penjajahannya di Papua Barat pada tahun 1898 dengan membentuk dua bagian tertentu di dalam pemerintahan otonomi (zelfbestuursgebied) Tidore, yaitu bagian utara dengan ibukota Manokwari dan bagian selatan dengan ibukota Fakfak. Jadi, ketika itu daerah pemerintahan Manokwari dan Fakfak berada di bawah keresidenan Tidore.
Mengenai manipulasi sejarah berdasarkan kekuasaan Tidore atas wilayah Papua Barat ini, Dr. George Junus Aditjondro menyatakan bahwa:
Kita mempertahankan Papua Barat karena Papua Barat adalah bagian dari Hindia Belanda. Itu atas dasar apa? Hanya karena kesultanan Tidore mengklaim bahwa dia menjajah Papua Barat sampai teluk Yotefa mungkin? Maka kemudian, ketika Tidore ditaklukan oleh Belanda, Belanda belum merasa otomatis mendapatkan hak atas penjajahan Tidore? Belanda mundur, Indonesia punya hak atas semua eks-jajahan Tidore? Itu kan suatu mitos. Sejak kapan berbagai daerah di Papua barat takluk kepada Tidore?... Saya kira tidak. Yang ada adalah hubungan vertikal antara Tidore dan Papua Barat, tidak ada kekuasaan Tidore untuk menaklukan Papua Barat. Atas dasar itu, klaim bahwa Indonesia berhak atas seluruh Hindia Belanda dulu, merupakan imajinasi.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Soekarno telah terbukti memanipulasikan sejarah untuk mencaplok Papua Barat. Karena wilayah Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan Tidore.
2. Klaim atas kekuasaan Hindia Belanda
Secara historis penjajahan, Papua Barat sesungguhnya bukan bagian dari Wilayah Republik Indonesia, karena Papua Barat bukan bagian dari Hindia Belanda. Pada tanggal 24 agustus 1828 di Lobo, Teluk Triton Kaimana (pantai selatan Papua Barat) diproklamasikan penguasaan Papua Barat oleh Sri Baginda Raja Nederland. Sedangkan di Bogor, 19 Februari 1936 dalam Lembaran Negara Hindia Belanda disepakati tentang pembagian daerah teritorial Hindia Belanda, yaitu sabang sampai Amboina tidak termasuk Papua Barat (Nederland Neiw Guinea).
Juga perlu diingat bahwa walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah. Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina (Hindia Belanda). Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke (Nederland Nieuw Guinea).
Selain itu saat tertanam dan tercabutnya kaki penjajahan Belanda di Papua Barat tidak bertepatan waktu dengan yang terjadi di Indonesia. Kurun waktunya berbeda, di mana Indonesia dijajah selama tiga setengah abad sedangkan Papua Barat hanya 64 tahun (1898-1962). Tanggal 24 Agustus 1828, ratu Belanda mengeluarkan pernyataan unilateral bahwa Papua Barat merupakan daerah kekuasaan Belanda. Secara politik praktis, Belanda memulai penjajahannya pada tahun 1898 dengan menanamkan pos pemerintahan pertama di Manokwari (untuk daerah barat Papua Barat) dan di Fakfak (untuk daerah selatan Papua Barat. Tahun 1902, pos pemerintahan lainnya dibuka di Merauke di mana daerah tersebut terlepas dari lingkungan teritorial Fakfak. Tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Papua Barat ke dalam PBB.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Soekarno telah terbukti memanipulasikan sejarah untuk mencaplohk Papua Barat. Karena wilayah Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda. Oleh karena itu kekuasan indonesia di papua barat harus diakhiri, sebab indonesia tidak ada dasar hukum mengusai wilayah papua barat, Keberadan Indonesia di papua Ilegal.
Utuk itu kepada Generasi Mudah Papua bahwa jangan pernah terlena degan uang banyak dan gula-gula manis NKRI saat ini di papua, terus berjuang untuk mengusir Penjajahan klonialisme NKKRi di Papua.
1. Menghalau Pengaruh Imperialisme Barat di Asia Tenggara.
Soekarno mengancam akan memohon dukungan dari pemerintah bekas Uni Sovyet untuk menganeksasi Papua Barat jika pemerintah Belanda tidak bersedia menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia. Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada waktu itu sangat takut akan jatuhnya negara Indonesia ke dalam Blok komunis. Soekarno dikenal oleh dunia barat sebagai seorang Presiden yang sangat anti imperialisme barat dan pro Blok Timur. Pemerintah Amerika Serikat ingin mencegah kemungkinan terjadinya perang fisik antara Belanda dan Indonesia.
Maka Amerika Serikat memaksa pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia. Di samping menekan pemerintah Belanda, pemerintah AS berusaha mendekati presiden Soekarno. Soekarno diundang untuk berkunjung ke Washington (Amerika Serikat) pada tahun 1961. Tahun 1962 utusan pribadi Presiden John Kennedy yaitu Jaksa Agung Robert Kennedy mengadakan kunjungan balasan ke Indonesia untuk membuktikan keinginan Amerika Serikat tentang dukungan kepada Soekarno di dalam usaha menganeksasi Papua Barat.
Untuk mengelabui mata dunia, maka proses pengambil-alihan kekuasaan di Papua Barat dilakukan melalui jalur hukum internasional secara sah dengan dimasukkannya masalah Papua Barat ke dalam agenda Majelis Umum PBB pada tahun 1962. Dari dalam Majelis Umum PBB dibuatlah Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang mengandung “Act of Free Choice” (Pernyataan Bebas Memilih). Act of Free Choice kemudian diterjemahkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai PEPERA (Pernyataan Pendapat Rakyat) yang dilaksanakan pada tahun 1969.
Sumber; Post Fb, Sekjen KNPB Pusat :
0 comments:
Post a Comment