Latest News

Free West Papua

Free West Papua
Friday, January 27, 2017

Perempuan Baliem dan Masa Depan Papua

Perempuan Baliem dan Masa Depan Papua
Perempuan Baliem dan Masa Depan Papua/ IST
Martabat manusia perempuan dan laki-laki sama. Keduanya sederajat dan saling melengkapi. Keduanya menjadi berbeda dalam peran dan tugas ketika disandingkan dengan adat dan budaya pada masing-masing komunitas. Umumnya, masyarakat dengan budaya patrilineal (mengikuti garis keturunan bapa-laki-laki) cenderung menempatkan perempuan sebagai pelengkap. Sementara, pada budaya matrilineal (mengikuti garis keturunan mama-perempuan) perempuan mendapatkan peran lebih menonjol daripada laki-laki. Baik, patrilineal, maupun matrilineal, keduanya merupakan konstruksi budaya, bukan kodrat manusia yang sudah ada sejak dalam rahim perempuan.

Pokok diskusi kali ini adalah perempuan Baliem. Kita mau bercakap-cakap tentang perempuan Baliem dan pergumulannya. Seiring perkembangan dan kemajuan orang Papua, perempuan Baliem perlu merefleksikan dirinya: "Siapakah saya sebagai perempuan Baliem" di tengah realitas sosial di tanah Papua?

Dilahirkan sebagai perempuan Baliem

Seyogianya, setiap perempuan Baliem  bangga dilahirkan sebagai perempuan Baliem. Di Lembah Agung, Pegunungan Tengah, perempuan Baliem sejak kanak-kanak dilatih merajut noken, menanam, merawat dan memanen hipere, memasak untuk keluarga, merawat anak-anak, memelihara babi dan berbagai pekerjaan lainnya. Sejak pagi sampai malam hari, perempuan Baliem tidak pernah luput dari aktivitas rutin yang menjadi tanggung jawabnya itu.

Rangkaian aktivitas yang dilakoni perempuan Baliem ini, dilihat sebagai sebuah kebanggaan. Perempuan Baliem merasa bangga diberi kepercayaan yang besar untuk bekerja dan mengelola rumah tangga. Meskipun segala keputusan selalu menjadi kewenangan laki-laki. Sikap taat dan setia perempuan Baliem memperlihatkan bahwa mereka menghormati kaum laki-laki dan siap bekerja untuk kelangsungan hidup komunitasnya. Pilamo dan honay tanpa perempuan Baliem yang tangguh, sesungguhnya tidak ada kehidupan.

Proses pematangan perempuan Baliem supaya menjadi perempuan tangguh terjadi dalam keluarga. Di ewey, di dapur, dan di kebun perempuan Baliem mendapatkan pendidikan nilai. Nilai memberikan diri dan hidup untuk komunitas. Nilai-nilai ini secara spesifik diperoleh dari mama, yang selalu bekerja keras untuk hidup keluarga. Noken di kepala dan kayu pengolah kebuh di tangan adalah simbol perempuan Baliem yang siap bekerja untuk keluarga dan komunitasnya, tanpa mengeluh. Mama dan noken, mama dan tanah (kebun), mama dan kandang babi, mama dan tungku api, merupakan percikan simbol bahwa perempuan Baliem memegang peran sentral bagi masa depan orang Baliem.


Sekali lagi tanpa perempuan Baliem yang tangguh, orang Baliem tidak akan mencapai kepenuhan hidupnya. Kehebatan mama dalam keluarga, tidak serta merta meniadakan peran bapa. Dalam keluarga, seorang bapa, bagi orang Baliem adalah pelindung bagi keluarga dan komunitasnya. Bapa buka kebun, bikin pagar dan balik tanah. Di dalam keluarga, terutama di dapur terlihat jelas bagaimana keluarga-keluarga orang Baliem dibangun dan dipelihara. Saling membagi adalah kekhasan adat dan budaya yang melekat pada orang Baliem. Orang Baliem sejati adalah mereka yang siap membagi bagi sesama, sebagaimana yang ditunjukkan oleh tokoh mitos, Naruekul. Sikap membagi ini dimulai dalam keluarga, honay dan pilamo.

Di balik rasa bangga sebagai perempuan Baliem, ada sejumlah pergumulan yang patut diungkapkan, yakni anak-anak perempuan Baliem dinikahkan secara adat saat masih berusia belia. Saat alat-alat reproduksi perempuan belum berfungsi, ada orang tua yang sudah menikahkan anak-anaknya. Ironinya, anak-anak ini menjadi istri kesekian dari laki-laki yang dijodohkan. Sebagai anak Baliem, menerima kenyataan ini tanpa banyak komentar. Anak-anak perempuan Baliem tersandara oleh adat dan budayanya.

Dewasa ini, situasi tersebut mulai berkurang, seiring kemajuan teknologi dan informasi serta transportasi, perempuan Baliem memiliki kesempatan untuk belajar di luar daerahnya. Namun, tidak dapat dimungkiri masih banyak perempuan dan anak-anak Baliem yang berada dalam indoktrinasi budaya yang ketat seperti yang disebutkan di atas. Perlu kerja keras untuk memberikan pencerahan tentang kesetaraan martabat laki-laki dan perempuan sehingga perempuan Baliem tidak tersinggung ketika pekerjaannya mulai dikerjakan laki-laki. Demikian halnya, tumbuh kesadaran dalam kalangan laki-laki Baliem untuk mengerjakan tugas-tugas yang selama ini menjadi pekerjaan rutin perempuan.

Perempuan Baliem dan Masa Depan Papua
Saat ini, banyak perempuan Baliem keluar dari Lembah Agung ke Jayapura dan berbagai daerah lainnya. Ada yang ikut suami, ada pula yang sekolah atau kuliah di universitas. Perempuan Baliem yang sekolah atau kuliah, sebagian tinggal dengan keluarga, dan lainnya tinggal di asrama pemerintah dan swasta. Di mana pun perempuan Baliem tinggal, dan apa pun profesinya, perempuan Baliem memiliki masa depan. Perempuan Baliem harus membuat pilihan atas masa depannya. "Saya perempuan Baliem, saya mau menjadi apa, pada hari ini dan hari esok?" Pilihan hidup sangat penting karena menjadi titik pijak untuk mengarahkan pandangan dan komitmen.

Khusus untuk perempuan Baliem yang sedang mengenyam pendidikan, di mana saja berada, perlu menyadari bahwa pada diri mereka terpampang harapan besar untuk menjadi perempuan Baliem tangguh pada masa depan. Perempuan Baliem dengan predikat pekerja keras perlu menonjolkan sikap tekun belajar guna menyiapkan diri menjadi abdi dan pelayan komunitasnya. Perempuan Baliem perlu memiliki mental dan kepribadian yang utuh; tidak terpecah apalagi tercelah.

Perempuan Baliem juga perlu menyadari bahwa mereka adalah perempuan tangguh yang bekerja untuk hidup dan komunitasnya. Perempuan Baliem memiliki jiwa periang, ramah, pekerja keras, tekun dan memiliki jiwa membagi. Lebih dalam, perempuan Baliem adalah mama sekaligus bapa yang senantiasa memberikan perlindungan baik untuk dirinya sendiri, komunitasnya, alam dan leluhur. Relasi holistik orang Baliem ini menjadi kekuatan untuk menatap masa depan yang lebih baik.

Perempuan Baliem perlu menyadari bahwa mereka keluar dari Lembah Agung, dari Pilamo dan Honay untuk meraih masa depan yang lebih baik. Untuk menggapai impian tersebut, perempuan Balim harus memelihara sikap hidup baik: menjaga diri, teguh pada pilihan dan prinsip hidup baik, tidak mudah terpengaruh oleh perubahan negatif, tekun belajar dan siap menolong sesama yang berkekurangan. Sebagai perempuan Baliem, tidak bisa hidup untuk diri sendiri. Perempuan Baliem selalu membagi. Sebagaimana ia membagi hipere kepada keluarga dan komunitasnya, demikian halnya perempuan Baliem harus membagi ilmu dan kemampuannya untuk sesama, tanpa kecuali.

Contoh konkret dan kontekstual, perempuan Baliem di Jayapura perlu mengembangkan diri, mengasah diri dengan keterampilan teknis, menjadi ahli komputer, ahli kesehatan, ahli pertanian, dan lain sebagainya. Ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah dan kuliah perlu ditingkatkan dalam praktek hidup. Perempuan Baliem harus menjadi pelopor enterprenurship, jiwa kewirausahaan, bukan bermental Pegawai Negeri Sipil.

Untuk sampai ke sana, perempuan Baliem dituntut memiliki sikap peka dan terbuka terhadap berbagai alternatif pengembangan diri. Perempuan Baliem perlu memetakan potensi dirinya, peluang dan tantangan yang ada untuk memperoleh kesempatan yang ada. Selain itu, perlu membangun ketekunan bekerja, mental melayani, jujur dan rendah hati. Kebajikan-kebajikan ini, sangat dibutuhkan dalam mendukung karir dan masa depan yang lebih baik. Apa pun profesi yang diemban, sikap-sikap tersebut menjadi modal untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Namun, saat ini sering dijumpai perempuan Baliem yang terlalu mudah tergiur dengan berbagai tawaran instan; tidak kuliah dengan baik, tetapi memperoleh ijazah. Terlalu bebas dalam pergaulan, sehingga terlibat dalam praktek seks bebas, hamil tanpa suami yang jelas dan tidak menyelesaikan kuliah. Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan Baliem sedang menyangkal dirinya sendiri sebagai manusia sejati Baliem yang memiliki adat dan budaya. Kalau perempuan Baliem tidak mampu menyelesaikan sekolah dengan baik, bahkan kalau perempuan Balim tidak memiliki prestasi dalam hidupnya, ia sebenarnya bukan perempuan Baliem.

Sebagai perempuan Balim, harus mempraktekkan jiwa kerja keras, tekun, ramah dan memiliki sikap berbagai tanpa pamrih. Sebagaimana mama mengolah kebun dan mengurus rumah tangga, demikian halnya, kaum perempuan Baliem, yang mengindentifikasi sebagai kaum intelektual perlu menunjukkan sikap kerja kerasnya, bukan sebaliknya bermental penguasa otoriter yang malas bekerja, apa lagi melayani. Kini dan ke depan, perempuan Baliem perlu kembali ke nilai-nilai hidup baik yang diwariskan turun-temurun, supaya masa depan menjadi lebih baik.

Perempuan Baliem, Agen Perubahan Setiap manusia mengharapkan perubahan ke arah yang lebih baik. Hidup sederhana di kampung-kampung terpencil di Lembah Agung Baliem hendaknya memotivasi perempuan Baliem untuk melakukan perubahan. Perubahan dimaksud tidak harus langsung spektakuler, melainkan dimulai dengan hal-hal yang paling sederhana. Perubahan pertama dan utama dimulai dari diri sendiri. Apa yang perlu diubah?

Perempuan Baliem hidup, tumbuh dan berkembang dalam budaya patrilineal yang ketat. Laki-laki sering mensubordinasi perempuan melalui pembagian peran, yang diwariskan turun-temurun. Di sisi lain, perempuan menerimanya sebagai hal lumrah. Bahkan kalau laki-laki mencoba mengambilalih perannya, perempuan Baliem merasa tersinggung karena menganggap laki-laki tidak memercayainya. Paham seperti ini perlu direfleksikan kembali, terutama berkaitan dengan penghormatan terhadap martabat manusia laki-laki dan perempuan di hadapan sang Pencipta. Perempuan tidak diciptakan untuk menjadi pembantu laki-laki. Perempuan adalah rekan sejawat laki-laki, saling melengkapi. Apa yang dikerjakan laki-laki, bisa dikerjakan perempuan, sejauh tidak mengganggu tatanan fundamental adat. Misalnya, menjadi kebiasaan umum di Baliem, seorang perempuan tidak diperkenankan mengatur adat. Tetapi, kalau menanam, memanen, masak, cuci pakaian, cuci piring, ini bisa dikerjakan laki-laki.

Proses edukasi tentang kesetaraan gender dalam kalangan orang Balim, perlu digiatkan oleh kaum perempuan Baliem. Perempuan perlu mengambil peran ini, supaya ke depan terjadi kesetaraan gender dalam berbagai aspek. Jangan sampai perempuan Baliem dari waktu ke waktu tetap menjadi ‘pembantu atau bawahan laki-laki.' Perempuan perlu memberikan pencerahan bagi laki-laki Baliem bahwa mereka perlu bekerja sama dalam membangun rumah tangga, mendidik anak-anak, mengolah kebun dan mengurus ternak babi. Kerja sama dalam keluarga akan membuahkan hasil yang baik, keluarga sejahtera, hidup rukun dan damai.

Perempuan perlu memberikan pemahaman kepada laki-lai Baliem bahwa zaman perang sudah berakhir. Saat ini, orang Baliem perlu bekerja, membangun hidup keluarga, komunitas dan masyarakatnya. Jangan sampai kebiasaan leluhur tempoe doeloe menjadi alasan klasik "memperbudak" perempuan. Laki-laki dan perempuan Baliem perlu melihat, merefleksikan dan menjalankan hidup mereka dalam kekinian, memang tanpa meninggalkan seluruh adat dan budayanya. Adat dan budaya yang baik, yang mendukung nilai-nilai hidup baik patut dipertahankan, bahkan dilestarikan; sedangkan yang meredusir martabat manusia sebagai laki-laki dan perempuan perlu ditinggalkan.

Saat ini, pejuang perempuan Papua gencar mengkampanyekan gerakan melawan ketidakadilan gender. Upaya ini tepat dan cocok dengan konteks Papua, yang didominasi kaum laki-laki. Tetapi, perlu disadari bahwa perempuan Baliem memiliki tanggung jawab untuk terlebih dahulu menghormati diri dan pribadinya. Perempuan Baliem perlu melihat dirinya yang berharga itu sebagai anugerah yang patut dihormati dan dilindungi. Hal ini sangat penting, karena saat ini tidak jarang dijumpai ada begitu banyak perempuan Baliem yang terlibat dalam aktivitas negatif yang meredusir martabanya sendiri. Misalnya, terlibat dalam konsumsi miras, seks bebas, malas kuliah, dan lain sebagainya. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa perempuan Baliem tidak menghormati martabat pribadinya.

Perempuan Baliem juga, perlu menghormati dan menghargai sesamanya dan alam. Seringkali perempuan Baliem lupa bahwa kehadiran dirinya di tengah komunitasnya berkat campur tangan banyak pihak, tetapi sering diabaikan. Sebagia perempuan Baliem sikap menghormati dan menghargai sesama merupakan ciri penting yang tidak bisa diabaikan. Orang Baliem umumnya, dan khususnya kaum perempuan tidak memiliki jiwa sombong dan angkuh; yang dimiliki adalah kekerabatan dan membagi. Perempuan Baliem juga perlu menanamkan dalam dirinya jiwa ekologis, menghormati alam semesta. Tindakan konkret yang dapat diterapkan, misalnya meletakkan sampah pada tempatnya, tidak menebang pohon sembarangan, menanam pohon, menggunakan kertas secara hemat dan lain-lain.
Perlu diingat bahwa relasi kekerabatan orang Baliem tidak hanya sebatas dengan yang bisa dilihat dengan mata, melainkan juga dengan leluhur.

Orang Baliem, perempuan Baliem ada dan hadir di dunia ini didahului oleh para leluhur. Mereka patut dihormati, bukan disembah. Perempuan Baliem perlu menanamkan sikap menghormati leluhur dan mewariskannya. Jangan sampai pendidikan dan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku studi meredusir bahkan melenyapkan relasi dengan leluhur yang diwariskan turun-temurun. Perlu dipahami juga bahwa menghormati leluhur tidak berarti menyembah mereka, melainkan menghormati dan menempatkan mereka sebagai rekan dalam perziarahan hidup.

Nilai fundamental yang tidak bisa diabaikan yakni sikap melayani. Perempuan Baliem pada dirinya mewarisi nilai melayani yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Perempuan Baliem sejak kecil dilatih dan dididik menjadi pribadi tangguh dan memiliki jiwa pekerja keras. Di manapun perempuan Baliem berada dan berkayarya perlu menghayati dan mempraktekkan sikap melayani tanpa pamrih. Dewasa ini, tanah Papua membutuhkan perempuan Papua, yang memiliki hati seorang mama yang siap mendengarkan dan melakukan perbaikan dalam berbagai aspek hidup orang Papua. Semoga impian dan harapan ini bisa lahir dan diwujudkan perempuan-perempuan Baliem.

Di tengah memudarnya semangat melayani, yang dipertontonkan oleh penyelenggara pemerintahan, bahkan oleh lembaga Gereja dan lainnya, perempuan Baliem diundang untuk tampil memberikan pelayanan prima melalui dan dalam bidang tugasnya masing-masing. Jika Anda perempuan Baliem yang menjadi guru, didiklah anak-anak dengan tekun. Jika Anda seorang perawat, rawatlah para pasien dengan tekun dan setia. Jangan tinggalkan tempat tugas dan bersenang-senang di kota, sementara masyarakat menderita di kampung, tempat seharusnya Anda melayani.

                                                                                                   Abepura, 17 April 2015; pk 12.17 WIT 
Disiapkan untuk sharing dengan para perempuan muda Baliem yang sedang mengenyam pendidikan di kota Jayapura, Papua.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Perempuan Baliem dan Masa Depan Papua Rating: 5 Reviewed By: Unknown