Wamena, Baliem Net - Jika berkunjung ke suatu daerah, jangan lupa menyempatkan diri untuk membeli souvenir khasnya. Di Wamena ada satu oleh-oleh yang tidak ditemui di tempat lain, yakni noken rajut beraneka warna.
Sesaat setelah mendarat di Wamena, saya dibuat penasaran oleh masyarakat sekitar. Di sepanjang jalan yang saya lewati, sebagian besar warga menggunakan tas rajut berwarna-warni. Ternyata, inilah yang dinamakan noken asli rajutan mama (sebutan bagi wanita yang sudah menikah) di Wamena.
Baru-baru ini Noken, khas tas suku asli di Papua, meraih predikat Warisan Budaya Tak Benda dari UNESCO. Di Wamena, Anda bisa belanja noken rajut beraneka warna. Cantik!
Sesaat setelah mendarat di Wamena, saya dibuat penasaran oleh masyarakat sekitar. Di sepanjang jalan yang saya lewati, sebagian besar warga menggunakan tas rajut berwarna-warni. Ternyata, inilah yang dinamakan noken asli rajutan mama (sebutan bagi wanita yang sudah menikah-red) di Wamena, Papua.
Noken adalah tas selempang rajut yang terbuat dari benang kasur berwarna-warni. Benang-benang ini dijalin satu persatu menggunakan dua batang lidi layaknya kegiatan merajut. Dulu, sebelum masyarakat mengenal benang, noken dibuat dengan menggunakan bahan Kayu Koju.
Mayoritas wanita di Wamena memiliki kemampuan untuk membuat noken. Biasanya, wanita di kota membuatnya untuk dipakai sendiri atau dijual di Pasar Baru, pasar tradisional terbesar di Kota Wamena.
Lain halnya dengan wanita di kampung kecil seperti Kampung Obia, Distrik Kurulu. Mereka membuat noken untuk dipakai sendiri atau dijual ketika ada tamu-tamu datang ke kampungnya.
Di tempat aslinya, noken berfungsi sebagai tas untuk membawa hasil kebun. Biasanya, para mama membawa noken di kepala dan memasukkan semua hasil kebun ke dalamnya untuk dibawa pulang atau dibawa ke pasar. Bahkan, saya pernah melihat seorang mama memasukkan anaknya ke dalam noken dan menggendongnya di belakang. Sangat multifungsi, bukan?
Noken yang dijual sebagai oleh-oleh biasanya terdiri dari tiga ukuran, yakni kecil, sedang, dan besar. Ukuran kecil digunakan untuk membawa handphone dan dompet, sedangkan ukuran sedang dan besar bisa dipakai untuk pergi ke sekolah, kuliah, atau sekedar hang out. Jangan khawatir noken akan sobek, karena ini didesain untuk mengangkut barang seberat 10-20 kg.
"Jangan takut robek, noken ini kalo kita pakai buat angkut ubi bisa tahan satu tahun," ujar Mama Martina Mabel, salah satu warga kampung Obia.
Para mama di Wamena membuat noken di waktu senggang atau sembari mereka memasak, terutama di hari Minggu ketika mereka tidak pergi berkebun. Untuk membuat satu noken, ternyata tidak sebentar. Dibutuhkan waktu tiga minggu sampai satu bulan untuk bisa menyelesaikan rajutannya.
Inilah yang membuat noken istimewa, karena dikerjakan dengan tangan dan penuh ketelitian. Bagi anda yang ingin menjadikan noken sebagai oleh-oleh bisa membelinya di toko suvenir atau di kampung-kampung penduduk. Harganya bervariasi, dari Rp 100.000-350.000 tergantung ukuran. Tapi jangan takut, karena mama-mama ini sangat baik dan harga yang mereka beri masih bisa ditawar.
Sesaat setelah mendarat di Wamena, saya dibuat penasaran oleh masyarakat sekitar. Di sepanjang jalan yang saya lewati, sebagian besar warga menggunakan tas rajut berwarna-warni. Ternyata, inilah yang dinamakan noken asli rajutan mama (sebutan bagi wanita yang sudah menikah-red) di Wamena, Papua.
Noken adalah tas selempang rajut yang terbuat dari benang kasur berwarna-warni. Benang-benang ini dijalin satu persatu menggunakan dua batang lidi layaknya kegiatan merajut. Dulu, sebelum masyarakat mengenal benang, noken dibuat dengan menggunakan bahan Kayu Koju.
Mayoritas wanita di Wamena memiliki kemampuan untuk membuat noken. Biasanya, wanita di kota membuatnya untuk dipakai sendiri atau dijual di Pasar Baru, pasar tradisional terbesar di Kota Wamena.
Lain halnya dengan wanita di kampung kecil seperti Kampung Obia, Distrik Kurulu. Mereka membuat noken untuk dipakai sendiri atau dijual ketika ada tamu-tamu datang ke kampungnya.
Di tempat aslinya, noken berfungsi sebagai tas untuk membawa hasil kebun. Biasanya, para mama membawa noken di kepala dan memasukkan semua hasil kebun ke dalamnya untuk dibawa pulang atau dibawa ke pasar. Bahkan, saya pernah melihat seorang mama memasukkan anaknya ke dalam noken dan menggendongnya di belakang. Sangat multifungsi, bukan?
Noken yang dijual sebagai oleh-oleh biasanya terdiri dari tiga ukuran, yakni kecil, sedang, dan besar. Ukuran kecil digunakan untuk membawa handphone dan dompet, sedangkan ukuran sedang dan besar bisa dipakai untuk pergi ke sekolah, kuliah, atau sekedar hang out. Jangan khawatir noken akan sobek, karena ini didesain untuk mengangkut barang seberat 10-20 kg.
"Jangan takut robek, noken ini kalo kita pakai buat angkut ubi bisa tahan satu tahun," ujar Mama Martina Mabel, salah satu warga kampung Obia.
Para mama di Wamena membuat noken di waktu senggang atau sembari mereka memasak, terutama di hari Minggu ketika mereka tidak pergi berkebun. Untuk membuat satu noken, ternyata tidak sebentar. Dibutuhkan waktu tiga minggu sampai satu bulan untuk bisa menyelesaikan rajutannya.
Inilah yang membuat noken istimewa, karena dikerjakan dengan tangan dan penuh ketelitian. Bagi anda yang ingin menjadikan noken sebagai oleh-oleh bisa membelinya di toko suvenir atau di kampung-kampung penduduk. Harganya bervariasi, dari Rp 100.000-350.000 tergantung ukuran. Tapi jangan takut, karena mama-mama ini sangat baik dan harga yang mereka beri masih bisa ditawar.
0 comments:
Post a Comment