Bukan rahasia dan tidak tersembunyi maka jangan salah paham dalam artikel ini karena agak sedikit kritikan dan fakta.
Fenomena orang asing atau pendatang di tanah Papua, “Datang tanpa diundang pulang tanpa pamit” dengan sejuta tujuan dan maksud tertentu.
Mereka yang mempunyai asal-usul yang mengerti bagaimana rasa sakit itu, seperti Anda sakit Anda pula yang merasakan sakitnya.
Seperti itukah Anda melihat tanah Papua dan isinya adalah tumpukan gula dan dikelilingi dengan semut jahat, asam, manis dan asing. Semut-semut ini berlomba untuk mengaruk siapa yang lebih banyak mendapatkannya. Anehnya seolah itu adalah suatu pertandingan yang harus bertanding.
Nah, orang asing atau pendatang yang datang di tanah Papua tidak memikirkan nasib mereka yang memiliki gula ini. Mereka hanya terus-menerus memikirkan gulanya dan lupa atau dengan sengaja mereka diamkan agar terus mengerut gulanya di atas penderitaan, tangisan, dan kekerasan.
Mereka datang tidak mengajari orang Papua bagaimana cara menjaga diri, melindungi alamnya, bagaimana mereka mengelola benih agar bisa tetap bertumbuh dan berkembang untuk masa yang akan datang. Namun, mereka datang hanya mengajarkan bagaimana orang Papua bisa memetik hasilnya. #Hasil untuk orang Papua buntuh.
Mereka yang datang dan mengetahui seluk-beluk masalah Papua, membiarkan hal-hal itu terjadi, padahal sudah mengetahui seharusnya yang harus dilakukan agar orang Papua aman dan sejahtera. Apakah takut jika berbicara kebenaran, Anda tidak mendapatkan bagian dari gula ini atau memang sengaja? #Hal ini sudah jelas demikian. Kalau tidak, kenapa Anda diam yang terjadi di depan matamu seolah Anda sedang tidur?
Orang Papua teriak gula ini membuat kami ditindas, dibunuh, menutupi ruang demokrasi kami untuk kami bebas berpendapat, namun mereka tetap melakukan hal-hal ini. #dalam artian tidak perlu orang Papuanya, namun kita harus melindungi saja gulanya agar selalu mendapatkan bagian dari gula ini, yang pasti begitu kan? Kalau tidak, pasti menjamin kenyamanan orang Papua.
Mereka yang datang bercerita tentang lingkungan Papua dan orang Papua: orang-orang Papua itu sangat bodoh, mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa. Lalu Anda ke Papua untuk apa? Jika kehidupan Anda benar dan pintar, mengapa Anda tidak hidup di atas langit saja? Jika Anda tahu kekurangan orang Papua, kenapa Anda tidak memberikan ilmu Anda yang sok pintar itu? Kamu tidak memberi mereka bagaimana cara menjadi pintar, namun kamu menceritakannya. Lalu apa yang kurang maka Anda cari kehidupan yang nyaman di tanah Papua tempatnya kumpulan orang-orang bodoh ini? Apakah untuk menguasai mereka? #Ternyata Andalah yang lebih bodoh karena orang Papua tidak keluar Papua untuk mencari nafka seperti Anda.
Mereka memberikan banyak manisan, banyak pembangunan dan rencana-rencana yang besar. Tetapi, di balik semua itu, yang menjadi aktor dan pelaku-pelaku adalah mereka yang datang ke Papua itu sendiri. Jadinya untuk orang Papua tidak ada lagi mendapatkan bagiannya. Karena satu hal orang Papua bodoh, anggapan itulah tidak memberikan mereka untuk bekerja, sebenarnya bukan tidak bisanya, hanya saja tidak mengajarkan orang Papua cara membuatnya. #Semuanya mereka yang pergi dan menikmati pula.
Orang Papua bukan yang terbelakang, bukan juga orang bodoh. Namun, mereka belum mengetahui sesungguhnya seperti mereka yang sudah mengetahui karena saja provinsi paling timur dengan julukan Bumi Cenderawasih ini jauh dari fasilitas yang memadai seperti daerah lain.
Hal-hal seperti ini yang dimaksud dari judul artikelnya. Orang Papua akan selalu berada di posisi yang sama di atas tanahya sendiri dengan kekuasaan para petinggi dan para pencari harta, pergi dan pulang hanya untuk diri sendiri tanpa berbalik menolong yang sedang teriak meminta pertolongan. Berikanlah mereka cara bagaimana membuat, bukan yang sudah jadi untuk digunakan. Jika tidak, orang Papua harus mendapatkan jati diri mereka. Kebebasan dan keluar dari ketidakadilan ini suatu kelak nanti adalah yang seharusnya mereka harus mendapatkannya. Semua manusia harus memiliki kehidupan yang sama layaknya.
Terima kasih.
Sumber : www.kompasiana.com
0 comments:
Post a Comment